Halaman

Selasa, 14 Januari 2014

Opini Pelanggaran Hukum Terhadap Pelanggaran Etika Profesi


Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan  ke-4 disebutkan bahwa : “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, hukum ditempatkan sebagai satu-satunya aturan main dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (supremacy of law). Menurut ahli hukum E. Utrecht menyebutkan bahwa hukum adalah himpunan petunjuk hidup, perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa itu.
Di dalam sebuah sistem hukum terdapat unsur-unsur yang membangun sistem tersebut yaitu:
1. Peraturan yang mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan bermasyarakat
2. Peraturan yang ditetapkan oleh instansi resmi Negara
3. Peraturan yang bersifat memaksa
4. Peraturan yang memiliki sanksi tegas.
Agar peraturan hidup kemasyarakatan agar benar-benar dipatuhi dan di taati sehingga menjadi kaidah hukum, peraturan hidup kemasyarakata itu harus memiliki sifat mengatur dan memaksa. Bersifat memaksa agar orang menaati tata tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mau patuh menaatinya. Tujuan hukum itu sendiri adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu.

Bicara mengenai hukum, pihak yang berwenang menegakkan hukum itu sendiri adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia atau biasa disingkat dengan Polri. Dalam kaitannya dengan Pemerintahan adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, yang bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia.

Dalam kaitannya dengan kehidupan bernegara  Polri meruapakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeligharanya keamanan dalam negeri. agar dalam melaksanakan fungsi dan perannya  diseluruh wilayah negera Republik Indonesia atau yang dianggap sebagai wilayah negara republik Indonesia tersebut dapat berjalan dengan efektif dan effisien, maka wilayah negara Republik Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut kepentingan pelaksanaan tugas Kepolisian Negra Republik Indonesia, sebagaimana yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah wilayah kepolisian dibagi secara berjenjang mulai tingkat pusat yang biasa disebut dengan Markas Besar Polri yang wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia yang dipimpin oleh seorang Kapolri yang bertanggung jawab kepada Presiden, kemudian wilayah di tingkat Provinsi disebut dengan Kepolisian Daerah yang lazim disebut dengan Polda yang dipimpin oleh seorang Kapolda yang bertanggung jawab kepada Kapolri, di tingkat Kabupaten disebut dengan Kepolisian Resot atau disebut juga Polres yang dipimpin oleh seorang Kapolres yang bertanggungjawab kepada Kapolda, dan di tingkat Kecamatan ada Kepolisian Sektor yang biasa disebut dengan Polsek dengan pimpinan seorang Kapolsek yang bertanggungjawab kepada Kapolres, dan di tingkat Desa atau Kelurahan ada Pos Polisi yang dipimpin oleh seorang Brigadir Polisi atau sesuai kebutuhan menurut situasi dan kondisi daerahnya. Tugas pokok Kepolisin Negara Republik Indonesia adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Pelanggaran hukum bisa terjadi karena pelanggaran etika. Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai “the discipline which can act as the performance index or reference for our control system”. Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok social (profesi) itu sendiri. Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat “built-in mechanism” berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-gunaan keahlian (Wignjosoebroto, 1999). Sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya.

Setiap profesi memiliki kode etik yang harus dijalankan. Sehingga harus sesuai dengan tujuan utama profesi itu sendiri. Sebagai contoh, banyak akhir-akhir ini kasus korupsi yang sedang ditangani oleh KPK. Salah satu contoh kasus korupsi tersebut adalah kasus korupsi simulator ujian SIM yang dilakukan oleh aparat Negara yaitu Irjen Djoko Susilo. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Kakorlantas Polri Irjen Pol Djoko Susilo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM tahun 2011. Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukotjo S Bambang yang membeberkan masalah ini. Perusahaan yang dipimpinnya digandeng untuk membuat simulator SIM oleh PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA), perusahaan pemenang tender proyek itu di Korlantas Polri.

Berdasarkan keterangan Bambang, PT CMMA memenangi proyek simulator kemudi sepeda motor dan mobil itu senilai Rp 196,87 miliar. Masing-masing untuk motor sebanyak 700 unit senilai Rp 54,453 miliar dan mobil 556 unit senilai Rp 142,415 miliar. Sedangkan, PT CMMA membeli alat-alat itu ke PT ITI dengan harga total Rp 83 miliar. "PT CMMA itu menang tender proyek simulator Korlantas. Itu sudah disetting sejak awal. Padahal mereka tak pernah punya pengalaman menggarap proyek itu," kata kuasa hukum Bambang, Erick Samuel Paat, saat dikonfirmasi detikcom, Selasa (31/7/2012).

Erick menambahkan, ada empat peserta pesaing tender dalam proyek itu. Namun semua hanya pelengkap saja. Dalam tender, Ketua Primer Koperasi Polisi (Primkoppol) Korlanrtas AKBP Teddy Rusmawan ditunjuk sebagai ketua tim pengadaan.

"Akhirnya harga disepakati simulator motor Rp 77,79 juta per unit dan mobil Rp 256,142 juta per unit. Tapi itu mahal banget, ke klien saya, PT CMMA bayar Rp 42,8 juta motor dan mobil Rp 80 juta per unit. Untungnya lebih dari 100 persen," papar Erick seraya menduga uang keuntungan proyek itu disebar ke sejumlah pihak, termasuk pejabat kepolisian.

Pada pertengahan Juni 2011, Bambang malah dilaporkan ke polisi oleh bos PT CMMA berinisial BS karena dituduh gagal memenuhi target proyek. Sejak awal, Bambang memang menyatakan tidak sanggup memenuhi, namun dia tetap diminta memproduksi alat itu.

"Setelah itu dilaporkan klien kami ke Polres Bandung dengan dugaan penipuan dan penggelapan," terangnya. BS belum bisa dimintai konfirmasi hingga saat ini.

Saat ini, Bambang meringkuk di tahanan Kebon Waru, Bandung. Kasusnya masih berjalan di tahapan kasasi. Bambang juga sudah berkali-kali diperiksa KPK terkait kasus yang melibatkan mantan Kakorlantas Irjen Djoko Susilo ini.
"Dengan terungkapnya ini oleh KPK, maka kasus pak Bambang sebaiknya dihentikan sementara sambil menunggu proses. Karena seharusnya bebas tidak terbukti," tegasnya.

Djoko resmi menjadi tersangka dalam kasus pengadaan ini. KPK menjerat Djoko dengan pasal 2 dan pasal 3 UU 31/1999 tentang pemberantasan korupsi terkait penyalahgunaan wewenang dan memperkaya diri sendiri. Pada dasarnya tugas kepolisian adalah menjaga keaman dan menegakkan hukum. Akan tetapi jika dilihat mengenai kasus simulator SIM ini, nama kepolisian menjadi terccoreng karena tugas yang dijalankan tidak sesuaidengan kenyataan. Kepolisian seharusnya menegakkan hukum bukan melanggar hukum. Dalam kasus ini dapat dilihat bahwa tidak semua jabatan yang tinggi itu yang lebih baik.

Menurut penulis, pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Irjen Djoko Susilo adalah salah satu contoh yang diawali oleh pelanggaran etika profesi. Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa tugas kepolisian adalah menegakkan hukum bukan melanggar hukum. Dari sinilah dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi jabatan seseorang, bukan berarti mereka mempunyai etika yang lebih baik. Mungkin karena tingginya jabatan tersebut mereka akan melupakan etika profesi yang seharusnya mereka jalankan. Ketika etika yang dimiliki itu buruk, maka akan menimbulkan hal-hal yang buruk juga dan tidak akan memperhatikan dampaknya bagi masyarakat bahkan Negara. Hal ini merupakan suatu keserakaran yang pada akhirnya harus menyalahgunakan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri. Akan tetapi tidak semua aparat Negara memiliki etika yang buruk. Hal ini kembali kepada kepribadian masing-masing, serta kedekatannya kepada Tuhan. Dengan adanya kasus ini, diharapkan kepolisian bisa membersihkan nama baik kepolisian yang sudah tercoreng. Diharapkan kepada aparat kepolisian dapat menjalankannya sesuai dengan tugas yang seharusnya dijalankan. Selain itu, etika profesi harus benar-benar diterapkan dalam profesi masing-masing sesuai dengan perkerjaan yang dilakukan. Kami percaya bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Meneggakkan keadilan yang nyata dan tidak berpihak kepada siapapun baik itu yang mempunyai uang banyak atau tidak.

Sumber    : http://news.detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar