Dalam Pasal
1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4
disebutkan bahwa : “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Ketentuan pasal
tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang
berdasarkan atas hukum, hukum ditempatkan sebagai satu-satunya aturan main
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (supremacy of law).
Menurut ahli hukum E. Utrecht menyebutkan bahwa hukum adalah himpunan petunjuk
hidup, perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat,
dan seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh
karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh
pemerintah atau penguasa itu.
Di dalam sebuah sistem hukum terdapat unsur-unsur
yang membangun sistem tersebut yaitu:
1. Peraturan yang mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan
bermasyarakat
2. Peraturan yang ditetapkan oleh instansi resmi Negara
3. Peraturan yang bersifat memaksa
4. Peraturan yang memiliki sanksi tegas.
Agar
peraturan hidup kemasyarakatan agar benar-benar dipatuhi dan di taati sehingga
menjadi kaidah hukum, peraturan hidup kemasyarakata itu harus memiliki sifat
mengatur dan memaksa. Bersifat memaksa agar orang menaati tata tertib dalam
masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa
yang tidak mau patuh menaatinya. Tujuan hukum itu sendiri adalah untuk menjamin
adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum harus pula bersendikan pada
keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu.
Bicara
mengenai hukum, pihak yang berwenang menegakkan hukum itu sendiri adalah
Kepolisian Negara Republik Indonesia atau biasa disingkat dengan Polri. Dalam
kaitannya dengan Pemerintahan adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di
bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, yang bertujuan untuk
mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan
ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggranya perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman
masyarakat dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia.
Dalam
kaitannya dengan kehidupan bernegara
Polri meruapakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat, menegakan hukum, serta memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeligharanya
keamanan dalam negeri. agar dalam melaksanakan fungsi dan perannya diseluruh wilayah negera Republik Indonesia
atau yang dianggap sebagai wilayah negara republik Indonesia tersebut dapat
berjalan dengan efektif dan effisien, maka wilayah negara Republik Indonesia dibagi
dalam daerah hukum menurut kepentingan pelaksanaan tugas Kepolisian Negra
Republik Indonesia, sebagaimana yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah
wilayah kepolisian dibagi secara berjenjang mulai tingkat pusat yang biasa
disebut dengan Markas Besar Polri yang wilayah kerjanya meliputi seluruh
wilayah negara Republik Indonesia yang dipimpin oleh seorang Kapolri yang
bertanggung jawab kepada Presiden, kemudian wilayah di tingkat Provinsi disebut
dengan Kepolisian Daerah yang lazim disebut dengan Polda yang dipimpin oleh
seorang Kapolda yang bertanggung jawab kepada Kapolri, di tingkat Kabupaten
disebut dengan Kepolisian Resot atau disebut juga Polres yang dipimpin oleh
seorang Kapolres yang bertanggungjawab kepada Kapolda, dan di tingkat Kecamatan
ada Kepolisian Sektor yang biasa disebut dengan Polsek dengan pimpinan seorang
Kapolsek yang bertanggungjawab kepada Kapolres, dan di tingkat Desa atau
Kelurahan ada Pos Polisi yang dipimpin oleh seorang Brigadir Polisi atau sesuai
kebutuhan menurut situasi dan kondisi daerahnya. Tugas pokok Kepolisin Negara Republik Indonesia
adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan
hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat.
Pelanggaran hukum bisa terjadi karena pelanggaran
etika. Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang
berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan
berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk
menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar,
buruk atau baik. Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai “the
discipline which can act as the performance index or reference for our control
system”. Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena
segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok
social (profesi) itu sendiri. Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat
“built-in mechanism” berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas akan
diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain
melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-gunaan
keahlian (Wignjosoebroto, 1999). Sebuah profesi hanya dapat memperoleh
kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut
ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin
memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya.
Setiap profesi memiliki kode etik yang harus
dijalankan. Sehingga harus sesuai dengan tujuan utama profesi itu sendiri.
Sebagai contoh, banyak akhir-akhir ini kasus korupsi yang sedang ditangani oleh
KPK. Salah satu contoh kasus korupsi tersebut adalah kasus korupsi simulator ujian
SIM yang dilakukan oleh aparat Negara yaitu Irjen Djoko Susilo. Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Kakorlantas Polri Irjen Pol Djoko
Susilo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM tahun
2011. Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukotjo S Bambang
yang membeberkan masalah ini. Perusahaan yang dipimpinnya digandeng untuk
membuat simulator SIM oleh PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA),
perusahaan pemenang tender proyek itu di Korlantas Polri.
Berdasarkan keterangan Bambang, PT CMMA memenangi
proyek simulator kemudi sepeda motor dan mobil itu senilai Rp 196,87 miliar.
Masing-masing untuk motor sebanyak 700 unit senilai Rp 54,453 miliar dan mobil
556 unit senilai Rp 142,415 miliar. Sedangkan, PT CMMA membeli alat-alat itu ke
PT ITI dengan harga total Rp 83 miliar. "PT CMMA itu menang tender proyek
simulator Korlantas. Itu sudah disetting sejak awal. Padahal mereka tak pernah
punya pengalaman menggarap proyek itu," kata kuasa hukum Bambang, Erick
Samuel Paat, saat dikonfirmasi detikcom, Selasa (31/7/2012).
Erick menambahkan, ada empat peserta pesaing
tender dalam proyek itu. Namun semua hanya pelengkap saja. Dalam tender, Ketua
Primer Koperasi Polisi (Primkoppol) Korlanrtas AKBP Teddy Rusmawan ditunjuk
sebagai ketua tim pengadaan.
"Akhirnya harga disepakati simulator motor
Rp 77,79 juta per unit dan mobil Rp 256,142 juta per unit. Tapi itu mahal
banget, ke klien saya, PT CMMA bayar Rp 42,8 juta motor dan mobil Rp 80 juta
per unit. Untungnya lebih dari 100 persen," papar Erick seraya menduga
uang keuntungan proyek itu disebar ke sejumlah pihak, termasuk pejabat
kepolisian.
Pada pertengahan Juni 2011, Bambang malah
dilaporkan ke polisi oleh bos PT CMMA berinisial BS karena dituduh gagal
memenuhi target proyek. Sejak awal, Bambang memang menyatakan tidak sanggup
memenuhi, namun dia tetap diminta memproduksi alat itu.
"Setelah itu dilaporkan klien kami ke Polres
Bandung dengan dugaan penipuan dan penggelapan," terangnya. BS belum bisa
dimintai konfirmasi hingga saat ini.
Saat ini, Bambang meringkuk di tahanan Kebon
Waru, Bandung. Kasusnya masih berjalan di tahapan kasasi. Bambang juga sudah
berkali-kali diperiksa KPK terkait kasus yang melibatkan mantan Kakorlantas
Irjen Djoko Susilo ini.
"Dengan terungkapnya ini oleh KPK, maka
kasus pak Bambang sebaiknya dihentikan sementara sambil menunggu proses. Karena
seharusnya bebas tidak terbukti," tegasnya.
Djoko resmi menjadi tersangka dalam kasus
pengadaan ini. KPK menjerat Djoko dengan pasal 2 dan pasal 3 UU 31/1999 tentang
pemberantasan korupsi terkait penyalahgunaan wewenang dan memperkaya diri
sendiri. Pada dasarnya tugas kepolisian adalah menjaga
keaman dan menegakkan hukum. Akan tetapi jika dilihat mengenai kasus simulator
SIM ini, nama kepolisian menjadi terccoreng karena tugas yang dijalankan tidak
sesuaidengan kenyataan. Kepolisian seharusnya menegakkan hukum bukan melanggar
hukum. Dalam kasus ini dapat dilihat bahwa tidak semua jabatan yang tinggi itu
yang lebih baik.
Menurut penulis, pelanggaran hukum yang dilakukan
oleh Irjen Djoko Susilo adalah salah satu contoh yang diawali oleh pelanggaran
etika profesi. Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa tugas kepolisian
adalah menegakkan hukum bukan melanggar hukum. Dari sinilah dapat disimpulkan
bahwa semakin tinggi jabatan seseorang, bukan berarti mereka mempunyai etika yang
lebih baik. Mungkin karena tingginya jabatan tersebut mereka akan melupakan
etika profesi yang seharusnya mereka jalankan. Ketika etika yang dimiliki itu
buruk, maka akan menimbulkan hal-hal yang buruk juga dan tidak akan
memperhatikan dampaknya bagi masyarakat bahkan Negara. Hal ini merupakan suatu
keserakaran yang pada akhirnya harus menyalahgunakan jabatannya untuk
memperkaya diri sendiri. Akan tetapi tidak semua aparat Negara memiliki etika
yang buruk. Hal ini kembali kepada kepribadian masing-masing, serta
kedekatannya kepada Tuhan. Dengan adanya kasus ini, diharapkan kepolisian bisa
membersihkan nama baik kepolisian yang sudah tercoreng. Diharapkan kepada
aparat kepolisian dapat menjalankannya sesuai dengan tugas yang seharusnya
dijalankan. Selain itu, etika profesi harus benar-benar diterapkan dalam
profesi masing-masing sesuai dengan perkerjaan yang dilakukan. Kami percaya
bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Meneggakkan keadilan yang nyata dan tidak
berpihak kepada siapapun baik itu yang mempunyai uang banyak atau tidak.
Sumber : http://news.detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar