Halaman

Selasa, 01 November 2011

Tugas IV Semester 3


Bagaimana Koperasi di Indonesia Menghadapi Era Globalisasi?

Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakanGlobalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis,  ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.

Globalisasi Ekonomi

Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi dan komunikasi sangat penting, yang dapat menyebabkan terjadinya penipisan batas-batas antar negara ataupun antar daerah di suatu wilayah.
Era globalisasi membuka peluang sekaligus tantangan bagi pengusaha Indonesia termasuk usaha kecil, karena pada era ini daya saing produk sangat tinggi, live cycle product relatif pendek mengikuti trend pasar, dan kemampuan inovasi produk relatif cepat. Ditinjau dari sisi ekspor, liberalisasi berdampak positif terhadap produk tekstil/pakaian jadi , akan tetapi kurang menguntungkan sektor pertanian khususnya produk makanan.
Kinerja ekspor UKM lebih kecil dibandingkan dengan negara tetangga seperti malaysia, Filipina dan UKM, baik dalam hal nilai ekspor maupun dalam hal divesifikasi produk. Ini menunjukkan ekspor produk UKM Iebih terkonsentrasi pada produk tradisional yang memiliki keunggulan komparatif seperti pakaian jadi, meubel.
Mengingat ketatnya persaingan yang dihadapi produk ekspor Indonesia termasuk UKM, maka Indonesia mengambil langkah-langkah strategis, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Langkah-langkah strategis jangka panjang diantaranya diarahkan untuk mengembangkan sumber daya manusia, teknologi dan jaringan bisnis secara global. Sedangkan langkah-langkah strategis jangka pendek diantaranya, melakukan diversifikasi produk, menjalin kerjasama dengan pemerintah dan perusahaan besar, produksi, memperkuat akses ke sumber-sumber informasi dan perbaikan mutu. 

Koperasi di Era Globalisasi

Keberadaan beberapa koperasi telah dirasakan peran dan manfaatnya bagi masyarakat, walaupun derajat dan intensitasnya berbeda. Setidaknya terdapat tiga tingkat bentuk eksistensi koperasi bagi masyarakat (PSP-IPB, 1999) : 
Pertama, koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran, atau kegiatan lain. Pada tingkatan ini biasanya koperasi penyediakan pelayanan kegiatan usaha yang tidak diberikan oleh lembaga usaha lain atau lembaga usaha lain tidak dapat melaksanakannya akibat adanya hambatan peraturan. 
Peran koperasi ini juga terjadi jika pelanggan memang tidak memiliki aksesibilitas pada pelayanan dari bentuk lembaga lain. Hal ini dapat dilihat pada peran beberapa Koperasi Kredit dalam menyediaan dana yang relatif mudah bagi anggotanya dibandingkan dengan prosedur yang harus ditempuh untuk memperoleh dana dari bank. Juga dapat dilihat pada beberapa daerah yang dimana aspek geografis menjadi kendala bagi masyarakat untuk menikmati pelayanan dari lembaga selain koperasi yang berada di wilayahnya.
Kedua, koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain. Pada kondisi ini masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain. Keterlibatan anggota (atau juga bukan anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan rasional yang melihat koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik. Koperasi yang telah berada pada kondisi ini dinilai berada pada ‘tingkat’ yang lebih tinggi dilihat dari perannya bagi masyarakat. Beberapa KUD untuk beberapa kegiatan usaha tertentu diidentifikasikan mampu memberi manfaat dan peran yang memang lebih baik dibandingkan dengan lembaga usaha lain, demikian pula dengan Koperasi Kredit. 
Ketiga, koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Rasa memilki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan tersebut. Sebagai ilustrasi, saat kondisi perbankan menjadi tidak menentu dengan tingkat bunga yang sangat tinggi, loyalitas anggota Kopdit membuat anggota tersebut tidak memindahkan dana yang ada di koperasi ke bank. Pertimbangannya adalah bahwa keterkaitan dengan Kopdit telah berjalan lama, telah diketahui kemampuannya melayani, merupakan organisasi ‘milik’ anggota, dan ketidak-pastian dari dayatarik bunga bank. Berdasarkan ketiga kondisi diatas, maka wujud peran yang diharapkan sebenarnya adalah agar koperasi dapat menjadi organisasi milik anggota sekaligus mampu menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain. 
Jadi jelas terlihat bahwa Koperasi Indonesia masih sangat penting walaupun harus menghadapi era globalisasi dimana semakin banyak pesaing ekonomi yang bermunculan dari luar negeri dan walaupun seperti itu, Koperasi masih sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, selalu berusaha mensejahterakan rakyat Indonesia.

Jadi bagaimana jika koperasi dikaitkan dengan pasar global dalam era globalisasi seperti sekarang ini? Memang bagi sebagian orang globalisasi merupakan suatu momok yang menakutkan yang bisa menenggelamkan negeri ini dari berbagai aspek. Tetapi Negara ini pun harus bersaing agar tidak kalah dengan Negara lain dalam pasar global seperti ini.
Sebenarnya globalisasi memudahkan masyarakat antar daerah bahkan antar Negara dalam mencapai transaksi atau kesepakatan tertentu, tetapi Indonesia belumlah siap dalam menghadapi pasar seperti sekarang ini terbukti dengan kalahnya produk-produk dalam negeri dibandingkan dengan produk asia lainnya terutama Cina.
Ketika globalisasi tidak dapat ditahan lajunya maka akan menindas sebagian masyarakat Indonesia termasuk beberapa prinsip Negara ini dan kekuatan Indonesia dalam bidang ekonomi akan terguncang hebat. Hal ini dikarenakan bebasnya pasal yang mengatur globalisasi di dunia. Cara supaya mengembalikan kondisi ekonomi Indonesia adalah dengan menguatkan dan kembali kepada koperasi.
Globalisasi sangat berkaitan erat dengan konsumerisme dan industrilisasi secara besar-besaran. Jika kemampuan masyarakat Indonesia dalam menghadapi globalisasi tidak didukung penuh oleh pemerintah maka akan menimbulkan suatu masalah yang cukup pelik dan akan timbul suatu situasi krusialitas besar.
Ketika pakar ekonomi dunia David Richardo menggagas tentang perdagangan bebas dia menyarankan untuk mengimbangi dengan nilai keunggulan komperatif. Setiap negara harus menunjukkan kelebihan efisiensinya dalam perdagangan bebas. Tak bisa dihindari, perdagangan bebas akan terus ada sampai pada akhir zaman. Maka dari itu, negara harus ikut ambil bagian di dalamnya dengan cara mempertahankan keorganisasian koperasi.
Dengan koperasi dan produk-produk UMKM dapat diapresiasi dengan adil. Selama ini proses globalisasi hanya mengeksploitasi profit sebesar-besarnya. Berbeda dengan kapitalisme, koperasi lebih menjunjung tinggi kebersamaan karena misinya menyejahterakan anggotanya. Kemungkinan besar produk-produk lokal dapat ikut terangkat ke permukaan tanpa selalu pesimistis dengan kekalahannya terhadap produk luar negeri. Pemerintah harus segera bertindak dan membangkitkan lagi koperasi, lembaga yang dapat menyesuaikan diri pada lokalitas Indonesia dan berpihak pada rakyat kecil.
Selain pemerintah, masyarakat juga perlu dalam mewujudkan koperasi sebagai landasan dalam era globalasasi dewasa ini. Tapi pemerintahlah yang mempunyai andil besar dalam memajukan koperasi karena Indonesia harus mensejahterakan rakyatnya dan berkewajiban mendukung penuh UKM dan koperasi di Indonesia.
Masalah besar di Indonesia tetaplah kemiskinan dan pengangguran sehingga cara yang paling efektif dalam mengatasi gejolak social tersebut adalah dengan mengembangkan koperasi dan UKM. Koperasi bisa membuat masyarakat sejahtera dengan kegunaan antara lain bantuan sosial, penguatan modal, kredit KUR, dana bergulir, pelatihan, kewirausahaan, pameran dan sebagainya, yang telah banyak memberikan peluang dan kemudahan kepada rakyat.

Setiap daerah dan masyarakat seharusnya memiliki rasa percaya diri bahwa melalui organisasi koperasi, kegiatan ekonomi kooperatif dapat diperhitungkan keandalan kekuatannya dalam perekonomian global. Sementara itu, koperasi juga harus mereformasi diri dengan meninggalkan sifat-sifat yang tidak kooperatif, dan kembali kepada koperasi yang mengutamakan kepentingan anggotanya dalam arti yang sebenarnya.
Jika koperasi benar-benar merupakan koperasi yang merakyat, maka tentunya tidak akan pernah ada program/kegiatan koperasi yang tidak berkaitan langsung dengan kebutuhan anggota apalagi merugikan anggota.
Setiap produk dan kegiatan usaha koperasi tentunya mendasarkan pada “persetujuan anggota”. Ini berarti bahwa koperasi tidak mencari keuntungan, kecuali hanya anggota yang mencari “benefit” lebih besar dengan bantuan organisasi koperasi. Koperasi berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur dalam tata perekonomian nasional.
Koperasi di Indonesia akan selalu berhadapan dengan ekonomi liberal tetapi koperasi mempunyai anggota-anggota yang menyumbangkan nilai-nilai koperasi itu sendiri. menghadapi tantangan globalisasi, koperasi percaya bahwa semua orang dapat dan seharusnya berupaya keras mengendalikan nasibnya sendiri. Artinya, harus mampu menolong diri sendiri.
Menghadapi tantangan globalisasi, koperasi mestinya harus mampu memberikan kedudukan dan pelayanan kepada anggota atas dasar persamaan. Dari persamaan, timbul rasa kebersamaan dalam hidup berkoperasi, baik dalam penggunaan hak, kewajiban dan tanggung jawab.

Sumber                        :

Tugas III Semester 3


Mengapa Koperasi di Indonesia Sulit Berkembang?

Keadaan koperasi simpan-pinjam di Indonesia masih sangat sulit untuk berkembang. Meski banyak koperasi dalam posisikuat dan menguntungkan, namun lebih banyak lagi yang berada dalam kondisi lemah dan sangattergantung dana dari pemerintah. Untuk menuju keadaan yang lebih baik mungkin diperlukan pengawasan yang lebih ketat serta membentuk asuransi deposan. Namun kecenderungan yang terjadi sebaliknya, dengan adanya otonomi daerah, banyak koperasisimpan pinjam yang tidak lagi melaporkan kegiatan mereka dan tidak ada mekanisme yang bisamemaksa mereka untuk melakukan hal tersebut. Kami mengetahui bahwa saat ini ada rencana agar koperasi simpan-pinjam memberikan laporan secara teratur, setidak-tidaknya bagi mereka yang telah atau ingin menerima dana dari pemerintah.
Terdapat 2 kelompok besar koperasi simpan pinjam, yaitu credit union dan baitul mal wa tamwil (BMT) yang melakukan kegiatannya di luar kerangka peraturan yang ada, meski kini mereka sedang mengadakan perubahan Ada Peluang Besar Untuk Koperasi Simpan-Pinjam. Hal diatas terjadi karena adanya bias terhadap bank kecil local, meningkatnya persyaratan permodalan bagi BPR (Bank Perkreditan Rakyat) sehingga membuka peluang yang besar bagi koperasi simpan pinjam sebagai lembaga penyimpan dana dengan citra yang baik dan hati-hati.
 Bank Rakyat Indonesia terus melakukan ekspansi di pasar ini dengan unit desanya dan bank-banklain juga melakukan hal yang sama. Namun bank-bank tersebut hanya mampu melayani sebagian kecil pasar saja. BPR dan LDKP (Lembaga Daerah Keuangan Pedesaan) sebenarnya memiliki kesempatan yang baik, namun mereka memiliki keterbatasan karena tingginya struktur biaya. Koperasi simpan pinjam dapat menjaga biaya tetap rendah untuk kredit-kredit kecil sehingga mereka mampu bersaing di pasar secara efektif. Jika mereka dapat terus mengembangkan usahanya dengan baik seharusnya mereka mampu untuk menarik dana parapenyimbang dengan memberikan suku bunga uang yang menarik. Ada beberapa pertanyan yang menarik dan penting. Situasi koperasi tidak jelas, karena
kurangnya laporan dan pengawasan.


Banyak hal yang menyebabkan sulit berkembangnya koperasi di Indonesia, diantaranya :

1.       Manajemen pengelolaan yang kurang profesional

Manajemen koperasi yang kurang berkembang diantaranya disebabkan oleh kurang apiknya pengelolaan oleh sumber daya manusia yang kurang begitu kompeten dalam menghadapi kemajuan zaman dan teknologi. Manusia sekarang memang kurang memahami apa arti manajemen itu sendiri, oleh karnanya hampir dalam segala aspek dan bidang terutama koperasi tidak dapat terorganisir antara pekerjaan yang satu dengan yang lain, serta kurang terorganisir juga hubungan antara atasan dengan anggota dibawahnya. Solusi yang tepat dalam menangani masalah ini adalah dengan cara lebih memerhatikan para anggota dalam melakukan segala tindak pekerjaannya, serta dengan cara memberikan penyuluhan secara rutin kepada anggota pada kurun waktu yang sama.

2.       Demokrasi ekonomi yang kurang

Dalam arti kata demokrasi ekonomi yang kurang ini dapat diartikan bahwa masih ada banyak koperasi yang tidak diberikan keleluasaan dalam menjalankan setiap tindakannya. Setiap koperasi seharusnya dapat secara leluasa memberikan pelayanan terhadap masyarakat, karena koperasi sangat membantu meningkatkan tingkat kesejahteraan rakyat oleh segala jasa – jasa yang diberikan, tetapi hal tersebut sangat jauh dari apa ayang kita piirkan. Keleluasaan yang dilakukan oleh badan koperasi masih sangat minim, dapat dicontohkan bahwa KUD tidak dapat memberikan pinjaman terhadap masyarakat dalam memberikan pinjaman, untuk usaha masyarakat itu sendiri tanpa melalui persetujuan oleh tingkat kecamatan dll. Oleh karena itu seharusnya koperasi diberikan sedikit keleluasaan untuk memberikan pelayanan terhadap anggotanya secara lebih mudah, tanpa syarat yang sangat sulit.

3.        Kelembagaan koperasi

Sejumlah masalah kelembagaan koperasi yang memerlukan langkah pemecahan di masa mendatang meliputi hal-hal: 1) Kelembagaan koperasi beum sepenuhnya mendukung gerak pengembangan usaha. Hal ini disebabkan adanya kekuatan, struktur dan pendekatan pengembangan kelembagaan yang kurang memadai bagi pengembangan usaha. Mekanismenya belum dapat dikembangkan secara fleksibel untuk mendukung meluas dan mendalamnya kegiatan usaha koperasi. Aspek kelembagaan yang banyak dipermasalahahkan antara lain adalah daerah kerja, model kelembagaan koperasi produksi, koperasi konsumsi dan koperasi jasa, serta pemusatan koperasi. 2) Alat perlengkapan organisasi koperasi belum sepenuhnya berfungsi dengan baik. Hal ini antara lain disebabkan oleh: a) Pengurus dan Badan Pemeriksa (BP) yang terpilih dalam rapat anggota serta pelaksana usaha pada umumnya tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai, sehingga kurang mampu untuk melaksanakan pengelolaan organisasi, manajemen dan usaha dengan baik, serta kurang tepat dalam menanggapi perkembangan nngkungan. b) Mekanisme hubungan dan pembagian kerja antara Pengurus, Badan Pemeriksa dan Pelaksana Usaha (Manajer) masih belum berjalan dengan serasi dan saling mengisi. c) Penyelenggaraan RAT koperasi masih belum dapat dilakukan secara tepat waktu dan dirasakan masih belum sepenuhnya menampung kesamaan kebutuhan, keinginan dan kepentingan dari pada anggotanya.

4.        Aspek lingkungan

1)             Kemauan politik yang kuat dari amanat GBHN 1999-2004 dalam upaya pengembangan koperasi, kurang diikuti dengan tindakan-tindakan yang konsisten dan konsekuen dari seluruh lapisan struktur birokrasi pemerintah.

2)             Kurang adanya keterpaduan dan konsistensi antara program pengembangan koperasi dengan program pengembangan sub-sektor lain, sehingga program pengembangan sub-sektor koperasi seolah-olah berjalan sendiri, tanpa dukungan dan partisipasi dari program pengembangan sektor lainnya.

3)             Dirasakan adanya praktek dunia usaha yang mengesampingkan semangat usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan gotong-royong.

4)             Masih adanya sebagian besar masyarakat yang belum memahami dan menghayati pentingnya berkoperasi sebagai satu pilihan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.

5)             Sikap sebagian besar masyarakat di lingkungan masyarakat yang miskin dirasakan masih sulit untuk diajak berusaha bersama, sehingga di lingkungan semacam itu kehidupan berkoperasi masih sukar dikembangkan.

6)             Sebagai organisasi yang membawa unsur pembaruan, koperasi sering membawa nilai-nilai baru yang kadang-kadang kurang sesuai dengan nilai yang dianut oleh masyarakat yang lemah dan miskin terutama yang berada di pedesaan.

5.        Prinsip koperasi Rochdale bagian kerjasama dan sukarela serta terbuka tidak dijalankan

Kenapa saya bilang begitu, karena kalau kita lihat koperasi Indonesia bersifat tertutup dan terjadi pengkotak kotakan. Keanggotaan koperasi hanya berlaku untuk yang seprofesi, misal koperasi nelayan anggotanya nelayan saja, koperasi guru anggotanya guru saja. Ini menyebabkan pergerakan koperasi tidak maksimal, walaupun sudah di bentuk koperasi sekunder tetapi belum mampu menyatukan kerja sama antar koperasi yang berbeda beda jenis.
Misal contohnya koperasi yang mempunyai swalayan sekarang banyak yang bangkrut karena kalah oleh minimarket minimarket modern seperti Alfamart yang tersebar dimana mana. Rata rata koperasi tersebut kalah dalam segi harga, karena dalam hal pembelian barang, Alfamart punya kelebihan. Alfamart membeli barang dagangan untuk beratus ratus toko sehingga harga beli lebih murah karena barang yang dibeli banyak. Nah sedangkan koperasi yang ”single fighter” pasti akan kalah karena membeli barang sedikit pasti rabatnya pun sedikit, coba bila semua koperasi swalayan bersatu seIndonesia dan melakukan Joint Buying pasti harganya lebih murah karena barang yg dibeli secara bersama sama akan lebih banyak. Berbeda sekali dengan diluarnegeri misal di Kanada ada koperasi yang keanggotanya terbuka untuk semua orang dan bergerak diberbagai bidang, bahkan saking solidnya koperasi ini masuk jajaran koperasi ternama di kanada (www.otter.coop), selain itu koperasi sekundernya pun mampu mempererat kerjasama antar koperasi sehingga daya tawar koperasi jadi lebih tinggi bahkan setara MNC .


Sumber            :

Tugas II Semester 3


Cara Memajukan Koperasi di Indonesia

Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral. Di barat koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya.
Di negara berkembang koperasi dirasa perlu dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan. Berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan koperasi dan memberikan arah bagi pengembangan koperasi serta dukungan/perlindungan yang diperlukan. Selain itu adapun cara yg dilakukan untuk memajukan koperasi di Indonesia       :
1.    Menghimpun Kekuatan Ekonomi dan Kekuatan Politis
Kebijaksanaan ekonomi makro cenderung tetap memberikan kesempatan lebih luas kepada usaha skala besar. Paradigma yang masih digunakan hingga saat ini menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh usaha skala besar dengan asumsi bahwa usaha tersebut akan menciptakan efek menetes ke bawah. Namun yang dihasilkan bukanlah kesejahteraan rakyat banyak melainkan keserakahan yang melahirkan kesenjangan. Dalam pembangunan, pertumbuhan memang perlu, tetapi pencapaian pertumbuhan ini hendaknya melalui pemerataan yang berkeadilan.
Pada saat ini, belum tampak adanya reformasi di bidang ekonomi lebih-lebih disektor moneter, bahkan kecenderungan yang ada adalah membangun kembali usaha konglomerat yang hancur dengan cara mengkonsentrasikan asset pada permodalan melalui program rekapitalisasi perbankan.
Dalam menghadapi situasi seperti ini, alternatif terbaik bagi usaha kecil termasuk koperasi adalah menghimpun kekuatan sendiri baik kekuatan ekonomi maupun kekuatan polotis untuk memperkuat posisi tawar dalam penentuan kebijakan perekonomian nasional. Ini bukanlah kondisi yang mustahil diwujudkan, sebab usaha kecil termasuk koperasi jumlahnya sangat banyak dan tersebar di seluruh wilayah nusantara sehingga jika disatukan akan membentuk kekuatan yang cukup besar.
Dengan ini diharapkan dapat memajukan koperasi sebagai salah satu sektor perekonomian di Indonesia. Juga diharapkan koperasi dapat bersaing di perekonomian dunia. Saya sangat mengharapkan agar koperasi di Indonesia dapat terus maju dan berkembang karena koperasi adalah salah satu badan usaha yang menyediakan fasilitas untuk masyarakat kecil dan menengah. Semoga dengan ini dapat membangun koperasi yang lebih baik lagi.

2.    Menerapkan Sistem GCG
Koperasi perlu mencontoh implementasi good corporate governance(GCG) yang telah diterapkan pada perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum perseroan. Implementasi GCG dalam beberapa hal dapat diimplementasikan pada koperasi. Untuk itu, regulator, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM perlu memperkenalkan secara maksimal suatu konsep good cooperative governance (disingkat juga dengan GCG) atau tatakelola koperasi yang baik.
Perkembangan koperasi di Indonesia semakin lama semakin menunjukkan perkembangan menggembirakan. Sebagai salah satu pilar penopang perekonomian Indonesia, keberadaan koperasi sangat kuat dan mendapat tempat tersendiri di kalangan pengguna jasanya. Koperasi telah membuktikan bahwa dirinya mampu bertahan di tengah gempuran badai krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia. Keberadaan koperasi semakin diperkuat pula dengan dibentuknya Kementerian Negara Koperasi dan UKM yang salah satu tugasnya adalah mengembangkan koperasi menjadi lebih berdaya guna. Koperasi sangat diharapkan menjadi soko guru perekonomian yang sejajar dengan perusahaan-perusahaan dalam mengembangkan perekonomian rakyat.
Analogi sederhana yang dikembangkan adalah jika koperasi lebih berdaya, maka kegiatan produksi dan konsumsi yang jika dikerjakan sendiri-sendiri tidak akan berhasil, maka melalui koperasi yang telah mendapatkan mandat dari anggota-anggotanya hal tersebut dapat dilakukan dengan lebih berhasil. Dengan kata lain, kepentingan ekonomi rakyat, terutama kelompok masyarakat yang berada pada aras ekonomi kelas bawah (misalnya petani, nelayan, pedagang kaki lima) akan relatif lebih mudah diperjuangkan kepentingan ekonominya melalui wadah koperasi. Inilah sesungguhnya yang menjadi latar belakang pentingnya pemberdayaan koperasi.
Namun demikian, kenyataan membuktikan bahwa koperasi baru manis dikonsep tetapi sangat pahit perjuangannya di lapangan. Semakin banyak koperasi yang tumbuh semakin banyak pula yang tidak aktif. Bahkan ada koperasi yang memiliki badan hukum namun tidak eksis sama sekali. Hal ini sangat disayangkan karena penggerakan potensi perekonomian pada level terbawah berawal dan diayomi melalui koperasi. Oleh karena itu, koperasi tidak mungkin tumbuh dan berkembang dengan berpegang pada tata kelola yang tradisonal dan tidak berorientasi pada pemuasan keperluan dan keinginan konsumen. Koperasi perlu diarahkan pada prinsip pengelolaan secara modern dan aplikatif terhadap perkembangan zaman yang semakin maju dan tantangan yang semakin global.
Koperasi perlu mencontoh implementasi good corporate governance(GCG) yang telah diterapkan pada perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum perseroan. Implementasi GCG dalam beberapa hal dapat diimplementasikan pada koperasi. Untuk itu, regulator, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM perlu memperkenalkan secara maksimal suatu konsep good cooperative governance (disingkat juga dengan GCG) atau tatakelola koperasi yang baik. Konsep GCG sektor koperasi perlu dimodifikasi sedemikian rupa untuk menjawab tantangan pengelolaan koperasi yang semakin kompleks. Implementasi GCG perlu diarahkan untuk membangun kultur dan kesadaran pihak-pihak dalam koperasi untuk senantiasa menyadari misi dan tanggung jawab sosialnya yaitu mensejahterakan anggotanya. Dalam mengimplementasikan GCG, koperasi Indonesia perlu memastikan beberapa langkah strategis yang memadai dalam implementasi GCG. Pertama, koperasi perlu memastikan bahwa tujuan pendirian koperasi benar-benar untuk mensejahterakan anggotanya. Pembangunan kesadaran akan tujuan perlu dijabarkan dalam visi,misi dan program kerja yang sesuai. Pembangunan kesadaran akan mencapai tujuan merupakan modal penting bagi pengelolaan koperasi secara profesional, amanah, dan akuntabel.

3.    Meningkatkan Daya Jual Koperasi dan Melakukan Sarana Promosi

Untuk meningkatkan daya jual koperasi, yang akan saya lakukan adalah membuat koperasi lebih bagus lagi. Membuat koperasi agar terlihat menarik supaya masyarakat tertarik ntuk membeli di koperasi mungkin dengan cara mengecat dinding koperasi dengan warna-warna yang indah, menyediakan AC,  ruangan tertata dengan rapi dan menyediakan pelayanan yang baik sehingga masyarakat puas.
Dan tidak hanya itu, koperasi pun memerlukan sarana promosi untuk mengekspose kegiatan usahanya agar dapat diketahui oleh masyarakat umum seperti badan usaha lainnya salah satu caranya dengan menyebarkan brosur dan membuat spanduk agar masyarakat mengetahuinya. Dengan cara ini diharapkan dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya di koperasi.
4.    Penggunaan Kriteria Identitas
Penggunaan prinsip identitas untuk mengidentifikasi koperasi adalah suatu hal yang agak baru, dengan demikian banyak koperasiwan yang belum mengenalnya dan masih saja berpaut pada pendekatan-pendekatan esensialis maupun hukum yang lebih dahulu, yang membuatnya sulit atau bahkan tidak mungkin untuk membedakan suatu koperasi dari unit-unit  usaha lainnya seperti kemitraan, perusahaan saham atau di Indonesia dikenal dengan Perseroan Terbatas (PT).
Dengan menggunakan kriteria identitas, kita akan mampu memadukan pandangan-pandangan baru dan perkembangan-perkembangan muktahir dalam teori perusahaan ke dalam ilmu koperasi.
5.    Merubah Kebijakan Pelembagaan Koperasi
Dalam kehidupan sosial-ekonomi masyarakat kebijakan pelembagaan koperasi dilakukan degan pola penitipan, yaitu dengan menitipkan koperasi pada dua kekuatan ekonomi lainnya. Oleh sebab itu saya akan merubah kebijakan tersebut agar koperasi dapat tumbuh secara normal layaknya sebuah organisasi ekonomi yang kreatif, mandiri, dan independen.

6.    Merekrut  Anggota yang Berkompeten
Saya akan membuat koperasi lebih menarik sehingga tidak kalah dengan badan usaha lainnya. Dimulai dari keanggotaan koperasi itu sendiri, pertama saya akan merekrut anggota yang berkompeten dalam bidangnya. Tidak hanya orang yang sekedar mau menjadi anggota melainkan orang-orang yang memiliki kemampuan dalam pengelolaan dan pengembangan koperasi. Contohnya dengan mencari pemimpin yang dapat memimpin dengan baik, kemudian pengelolaan dipegang oleh orang yang berkompeten dalam bidangnya masing-masing. Serta perlu dibuat pelatihan bagi pengurus koperasi yang belum berpengalaman.
7.    Membenahi Kondisi Internal Koperasi
Praktik-praktik operasional yang tidak tidak efisien, mengandung kelemahan perlu dibenahi. Dominasi pengurus yang berlebihan dan tidak sesuai dengan proporsinya perlu dibatasi dengan adanya peraturan yang menutup celah penyimpangan koperasi. Penyimpangan-penyimpangan yang rawan dilakukan adalah pemanfaatan kepentingan koperasi untuk kepentingan pribadi, penyimpangan pengelolaan dana, maupun praktik-praktik KKN.
8.    Memperbaiki Koperasi Secara Menyeluruh
Kementerian Koperasi dan UKM perlu menyiapkan blue print pengelolaan koperasi secara efektif. Blue print koperasi ini nantinya diharapkan akan menjadi panduan bagi seluruh koperasi Indonesia dalam menjalankan kegiatan operasinya secara profesional, efektif dan efisien. Selain itu diperlukan upaya serius untuk mendiseminasikan dan mensosialisasikan GCG koperasi dalam format gerakan nasional berkoperasi secara berkesinambungan kepada warga masyarakat, baik melalui media pendidikan, media massa, maupun media yang lainnya yang diharapkan akan semakin memajukan perkoperasian Indonesia.
9.    Meningkatkan Imej Koperasi

Imej koperasi sebagai ekonomi kelas dua masih tertanam dalam benak orang – orang Indonesia sehingga, menjadi sedikit penghambat dalam pengembangan koperasi menjadi unit ekonomi yang lebih besar ,maju dan punya daya saing dengan perusahaan – perusahaan besar.

10. Memberi Kesadaran Pentingnya Koperasi di Masyarakat

Perkembangan koperasi di Indonesia yang dimulai dari atas (bottom up) tetapi dari atas (top down), artinya koperasi berkembang di indonesia bukan dari kesadaran masyarakat, tetapi muncul dari dukungan pemerintah yang disosialisasikan ke bawah. Berbeda dengan yang di luar negeri, koperasi terbentuk karena adanya kesadaran masyarakat untuk saling membantu memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan yang merupakan tujuan koperasi itu sendiri, sehingga pemerintah tinggal menjadi pendukung dan pelindung saja. Di Indonesia, pemerintah bekerja double selain mendukung juga harus mensosialisasikanya dulu ke bawah sehingga rakyat menjadi mengerti akan manfaat dan tujuan dari koperasi.

11. Mensosialisasikan Koperasi di Masyarakat

Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini disebabkan sosialisasi yang belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota hanya sebatas tahu koperasi itu hanya untuk melayani konsumen seperti biasa, baik untuk barang konsumsi atau pinjaman. Artinya masyarakat belum tahu esensi dari koperasi itu sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem kepemilikanya. Mereka belum tahu betul bahwa dalam koperasi konsumen juga berarti pemilik, dan mereka berhak berpartisipasi menyumbang saran demi kemajuan koperasi miliknya serta berhak mengawasi kinerja pengurus. Keadaan seperti ini tentu sangat rentan terhadap penyelewengan dana oleh pengurus, karena tanpa partisipasi anggota tidak ada kontrol dari anggota nya sendiri terhadap pengurus.

12.  Meningkatkan Pendidikan Mengenai Koperasi

Manajemen koperasi yang belum profesional, ini banyak terjadi di koperasi koperasi yang anggota dan pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. contohnya banyak terjadi pada KUD yang nota bene di daerah terpencil. Banyak sekali KUD yang bangkrut karena manajemenya kurang profesional baik itu dalam sistem kelola usahanya, dari segi sumberdaya manusianya maupun finansialnya. Banyak terjadi KUD yang hanya menjadi tempat bagi pengurusnya yang korupsi akan dana bantuan dari pemerintah yang banyak mengucur. Karena hal itu, maka KUD banyak dinilai negatif dan disingkat Ketua Untung Duluan.

13. Meningkatkan Peran Pemerintah

Pemerintah terlalu memanjakan koperasi, ini juga menjadi alasan kuat mengapa koperasi Indonesia tidak maju maju. Koperasi banyak dibantu pemerintah lewat dana dana segar tanpa ada pengawasan terhadap bantuan tersebut. Sifat bantuanya pun tidak wajib dikembalikan. Tentu saja ini menjadi bantuan yang tidak mendidik, koperasi menjadi ”manja” dan tidak mandiri hanya menunggu bantuan selanjutnya dari pemerintah. Selain merugikan pemerintah bantuan seperti ini pula akan menjadikan koperasi tidak bisa bersaing karena terus terusan menjadi benalu negara. Seharusnya pemerintah mengucurkan bantuan dengan sistem pengawasan nya yang baik, walaupun dananya bentuknya hibah yang tidak perlu dikembalikan. Dengan demikian akan membantu koperasi menjadi lebih profesional, mandiri dan mampu bersaing.

Itulah penyebab-penyebab kenapa perkembangan koperasi di Indonesia belum maksimal. Tetapi analisis masalah tadi bukan lah yang utama, justru yang utama jika ingin koperasi maju adalah sebagai generasi penerus bangsa di masa depan tentunya kita harus berperan aktif dalam pengembangan koperasi di negeri ini. Salah satunya melalui keikutsertaan dalam koperasi, mempelajari dan mengetahui tentang perkoperasian secara lebih mendalam, karena percuma kalau hanya ”OMDO” alias omong doang seperti politikus-politikus yang hanya mencari popularitas depan televisi atau bahasa halusnya NATO (No Action Talk Only)

Sumber     :

Tugas I Semester 3


Kondisi Perkoperasian di Indonesia saat ini

Di Indonesia pengenalan koperasi memang dilakukan oleh dorongan pemerintah, bahkan sejak pemerintahan penjajahan Belanda telah mulai diperkenalkan. Gerakan koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi. Paling tidak dengan dasar yang kuat tersebut sejarah perkembangan koperasi di Indonesia telah mencatat tiga pola pengembangan koperasi. Secara khusus pemerintah memerankan fungsi “regulatory” dan “development” secara sekaligus (Shankar 2002).
Ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program yaitu :
(i)      Program pembangunan secara sektoral seperti koperasi pertanian, koperasi desa, KUD;
(ii)     Lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya; dan
(iii)    Perusahaan baik milik negara maupun swasta dalam koperasi karyawan. Sebagai akibatnya prakarsa masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat semestinya.
Selama ini “koperasi” di­kem­bangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer dan distribusi yang memberikan lapangan kerja  terbesar ba­gi penduduk Indonesia. Sebagai contoh sebagian besar KUD  sebagai koperasi program  di sektor pertanian didukung dengan program pem­bangunan  untuk membangun KUD. Disisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan pertanian untuk swasembada beras seperti yang se­lama PJP I, menjadi ciri yang menonjol dalam politik  pem­bangunan koperasi.
Bahkan koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan program yang kurang berhasil ditangani langsung oleh pemerintah bahkan bank pemerintah, seperti penyaluran kredit BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan beras pemerintah, TRI dan lain-lain sampai pada penciptaan monopoli baru (cengkeh). Sehingga nasib koperasi harus memikul beban kegagalan program, sementara koperasi yang berswadaya praktis tersisihkan dari perhatian berbagai kalangan termasuk para peneliti dan media masa. Dalam pandangan pengamatan internasional Indonesia mengikuti lazimnya pemerintah di Asia yang melibatkan koperasi secara terbatas seperti disektor pertanian (Sharma, 1992).
Sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala sangat kecil. Satu catatan yang perlu di ingat reformasi yang ditandai dengan pencabutan Inpres 4/1984 tentang KUD telah melahirkan gairah masyarakat untuk mengorganisasi kegiatan ekonomi yang melalui koperasi.
         Secara historis pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui dukungan kuat program  pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama, dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman ter­sebut. Jika semula ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta  menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha  terutama KUD. Meskipun KUD harus berjuang untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi, namun sumbangan terbesar KUD adalah keberhasilan peningkatan produksi pertanian terutama pangan (Anne Both, 1990), disamping sumbangan dalam melahirkan kader wirausaha karena telah menikmati latihan dengan mengurus dan mengelola KUD (Revolusi penggilingan kecil dan wirausahawan pribumi di desa).
      Jika melihat posisi koperasi pada hari ini sebenarnya masih cukup besar harapan kita kepada koperasi. Memasuki tahun 2000 posisi koperasi Indonesia pada dasarnya justru didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55-60 persen dari keseluruhan aset koperasi. Sementara itu dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi dalam pasar perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa sebesar 46% dari KSP/USP dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi.
      Mengenai jumlah koperasi yang meningkat dua kali lipat dalam waktu 3 tahun 1998 –2001, pada dasarnya tumbuh sebagai tanggapan  terhadap dibukanya secara luas pendirian koperasi dengan pencabutan Inpres 4/1984 dan lahirnya Inpres 18/1998. Sehingga orang bebas mendirikan koperasi pada basis pengembangan dan pada saat ini sudah lebih dari 35 basis pengorganisasian koperasi. Kesulitannya pengorganisasian koperasi tidak lagi taat pada penjenisan koperasi sesuai prinsip dasar pendirian koperasi atau insentif terhadap koperasi. Keadaan ini menimbulkan kesulitan pada pengembangan aliansi bisnis maupun pengembangan usaha koperasi kearah penyatuan vertical maupun horizontal. Oleh karena itu jenjang pengorganisasian yang lebih tinggi harus mendorong kembalinya pola spesialisasi koperasi. Di dunia masih tetap mendasarkan tiga varian jenis koperasi yaitu konsumen, produsen dan kredit serta akhir-akhir ini berkembang jasa lainnya.
     Struktur organisasi koperasi Indonesia mirip organisasi pemerintah/lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat nasional. Hal ini  telah menunjukkan kurang efektif nya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini dimasa datang harus diubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang dengan globalisasi. Untuk mengubah arah ini hanya mampu dilakukan bila penataan mulai diletakkan pada daerah otonom.
Keadaan koperasi simpan-pinjam di Indonesia cukup sulit. Meski banyak koperasi dalam posisi kuat dan menguntungkan, namun lebih banyak lagi yang berada dalam kondisi lemah dan sangat tergantung dana dari pemerintah. Untuk menuju keadaan yang lebih baik mungkin diperlukan pengawasan yang lebih ketat serta membentuk asuransi deposan. Namun kecenderungan yang terjadi sebaliknya, dengan adanya otonomi daerah, banyak koperasisimpan pinjam yang tidak lagi melaporkan kegiatan mereka dan tidak ada mekanisme yang bisa memaksa mereka untuk melakukan hal tersebut.
Kami mengetahui bahwa saat ini ada rencana agar koperasi simpan-pinjam memberikan laporan secara teratur, setidak-tidaknya bagi mereka yang telah atau ingin menerima dana dari pemerintah. Terdapat 2 kelompok besar koperasi simpan pinjam, yaitu credit union dan baitul mal wa tamwil (BMT) yang melakukan kegiatannya di luar kerangka peraturan yang ada, meski kini mereka sedang mengadakan perubahan Ada Peluang Besar Untuk Koperasi Simpan-Pinjam.
Hal diatas terjadi karena adanya bisa terhadap bank kecil local, meningkatnya persyaratan permodalan bagi BPR (Bank Perkreditan Rakyat) sehingga membuka peluang yang besar bagi koperasi simpan pinjam sebagai lembaga penyimpan dana dengan citra yang baik dan hati-hati. Bank Rakyat Indonesia terus melakukan ekspansi di pasar ini dengan unit desanya dan bank-bank lain juga melakukan hal yang sama. Namun bank-bank tersebut hanya mampu melayani sebagian kecil pasar saja. BPR dan LDKP (Lembaga Daerah Keuangan Pedesaan) sebenarnya memiliki kesempatan yang baik, namun mereka memiliki keterbatasan karena tingginya struktur biaya.
Koperasi simpan pinjam dapat menjaga biaya tetap rendah untuk kredit-kredit kecil sehingga mereka mampu bersaing di pasar secara efektif. Jika mereka dapat terus mengembangkan usahanya dengan baik seharusnya mereka mampu untuk menarik dana para
penyimbang dengan memberikan suku bunga uang yang menarik. Ada beberapa pertanyan yang menarik dan penting. Situasi koperasi tidak jelas, karena kurangnya laporan dan pengawasan. Kami tidak mengetahui bagaimana keadaaan sesungguhnya mengenai koperasi simpan pinjam di Indonesia. Suatu usaha yang telah kami lakukan untuk satu propinsi tertentu menunjukkan bahwa ada kemungkinan proporsi koperasi yang dilaporkan pun lebih kecil beberapa ratus persen dari kondisi yang sebenarnya.
Sebuah studi terakhir yang dilakukan oleh GTZ (Jerman bantu teknis) memperlihatkan beberapa indikator12. Bab 6 dari studi tersebut berjudul “Sektor Koperasi dan Keuangan Mikro”. Kata terakhir, yaitu keuangan mikro, berhubungan khususnya dengan koperasi Swamitra yang terkait dengan bank Bukopin serta TPSP (Tempat Pelayanan Simpan Pinjam), suatu bentuk yang serupa dengan koperasinya Bank Rakyat Indonesia.
Artikel tersebut merangkum kondisi dari aspek hukum dan perundangundangan. Inti dari penemuan dalam artikel tersebut adalah sebagai berikut: “Sektor koperasi di Indonesia merupakan sub-sistem keuangan mikro yang paling buruk administrasinya, kurangnya pegawasan serta kurangnya kepercayaan terhadap laporan yang diberikan merupakan kelemahan yang sangat mendasar. Data yang tersedia bukanlah data yang 6 up-to-date dan tidak dapat dijadikan pegangan untuk melakukan analisa.”
Materi yang lebih terperinci diberikan untuk Nusa Tenggara Barat. Proporsi kegiatan yang didanai dari deposito hanya sebagian kecil saja, dibandingkan dengan daerah lain. Namun secara keselurahan normalnormal saja. Laporan tersebut menyimpulkan: “Peraturan baru tentang koperasi menyebabkan meningkatnya peluang bagi koperasi untuk berkembang dan berdikari. Terdapat ketentuan mengenai pengawasan dan keuangan yang sehat sehingga dapat mendorong perkembangan koperasi yang lebih baik lagi.
Namun demikian, terdapat sejumlah masalah yang sangat penting yaitu mewujudkan peraturan tersebut ke tataran praktis. “Hal penting lainnya adalah sejumlah peraturan yang ada tidak terwujud dalam praktek dan yang lebih penting lagi kantor wilayah menteri koperasi setempat tidak dapat melaksanakannya secara efektif. Sanksi berupa pencabutan izin usaha merupakan tindakan yang tidak biasa kepada koperasi simpan-pinjam yang bermasalah. Meski koperasi tidak memberikan laporan sesuai jadwal yang ditemukan, tidak ada tindakan yang diambil oleh kantor Manteri Koperasi mengenai hal tersebut. Kelemahan utama dari sistem koperasi adalah tidak adanya pengawasan dan penegakkan hukum.”

Sumber   :
blog Noer Soetrisno