Halaman

Minggu, 24 April 2011

Tulisan II

Industri, Pertumbuhan Ekonomi, dan Campur Tangan Pemerintah

Kajian mengenai ekonomi bias menjadi sebuah bahan diskusi yang tiada habisnya, apalagi jika membahas perekonomian Indonesia. Setiap orang, baik itu kalangan yang menyebut dirinya pengamat ekonomi ataupun pengamat politik, mempunyai pandangan tersendiri terhadap kondisi ekonomi Indonesia. Tak hanya dari akademisi dalam negeri, mereka yang di anggap sebagai akademisi dalam negeri, mereka yang dianggap sebagai akademisi top dunia pun ikut mencurahkan waktunya untuk melihat sepak terjang perekonomian negeri khatulistiwa. Ada yang optimis, tapi tak sedikit pula yang pesimis dengan prospek Indonesia kedepan. Tentunya basis argument yang mereka sampaikan mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Penelitian penelitian terhadap kondisi ekonomi Negara tiap tahunnya selalu menemukan gejala baru yang selalu menemukan gejala baru yang selalu unik untuk dibahas lebih lanjut. Kondisi tersebut membuat banyak orang selalu mencurahkan perhatiannya terhadap sector yang dianggap bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat.
          Kondisi perekonomian Indonesia semakin menarik untuk dibahas sejak pertengahan krisis ekonomi 1997-1998. Indonesia menjadi salah satu dari sekian banyak Negara asia yang mengalami keterpurukan ekonomi. Pada masa itu, kontraksi ekonomi mencapai 13%, diikuti banyaknya pemutusan hubungan kerja ( PHK ) terhadap para karyawan dan perusahaan-perusahaan yang harus gulung tikar. Meskipun penanggulangan ekonomi Indonesia pasca krisis tidak sebaik Negara-negara senasib lainnya, tetapi Indonesia dianggap sebagai salah satu macam tidur asia yang sedang menunggu waktu untuk bangun.
          Krisis ekonomi amerika serikat pada tahun 2008, ditandai dengan jatuhnya lehman brothers, ikut menggoyangkan perekonomian nasional. Tetapi, Indonesia berhasil menjadi salah satu dari tiga Negara-negara selain cina dan India yang mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi disaat Negara-negara belahan dunia lainnya justru mengalami keterpurukan. Banyak pihak yang mengatakan bahwa kita bias bertahan karena factor goodluck dan good policy. Tetapi, terlepas dari itu semua, kita bias menunjukkan bahwa fondasi perekonomian kita mengalami peningkatan yang sangat signifikan dibandingkan tahun tahun sebelumnya.
          Meskipun begitu, Masih banyak hal yang belum terselesaikan dengan baik oleh pemerintah. Diantaranya, kemiskinan, pengangguran, rendahnya kualitas pendidikan, serta berbagai masalah structural lainnya. Hal-hal inilah yang masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah yang masih harus diselesaikan jalan keluarnya. Apalagi jika melihat perekonomian kita tidak didukung dengan factor pendukung seperti infrastruktur dan sarana prasarana yang memadai. Hal ini menyebabkan kita sulit untuk tumbuh secara eksponensial. Kebanyakan pencapaian pertumbuhan ekonomi yang kita alami hanyalah pertumbuhan yang linear dan tidak terlalu ambisius.
          Pada masa pasca krisis, Indonesia mengalami laju pertumbuhan ekonomi yang cukup baik. Jika melihat besaran angka pertumbuhannya, maka kita sudah berada pada on the right track. Seperti yang dikemukakan oleh Boediono dalam bukunya (2009) Ekonomi Indonesia Mau Kemana? Dalam salah satu bab buku tersebut, Boediono mengatakan bahwa kondisi perekonomian kita telah bergerak kepada arah yang diharapkan, karena telah tumbuh sekian persen per tahun. Peryataan ini tidaklah salah, namun tidak menunjukan seluruh kondisi riil yang ada.

Sumber:buku Ekonomi Indonesia di Mata Anak Muda UI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar