Halaman

Senin, 20 Desember 2010

Tulisan II


Positif Hubungan dengan Realitas

Seluruh keadaan personal yang meliputi kita itulah realitas kita. Realitas ini berbeda dengan fakta. Fakta adalah apa yang kita temukan dari realitas. Pada dasarnya,s etiap orang memiliki dua realitas bisa juga dikatakan bahwa realitas seseorang itu memiliki dua lapisan. Lapisan permukaan adalah realitas yang terbentuk kalkulasi atau logika yang riil. Misalnya saja seseorang pedagang. Jika ia mengambil barang dengan harga seratus dan menjualnya dengan harga dua ratus maka ia untung seratus. Ini realitas permukaan, logis, dan riil (kuantitatif)
Sedangkan lapisan berikutnya adalah realitas ghaib atau realitas ayng terbentuk dari kalkulasi yang “byond logic”, tidak bisa di kuantitatifkan, atau dirasionalkan. Biasanya, ini terkait dengan kualitas hidup seseorang. Misalnya saja dikatakan bahwa sodakoh atau kebiasaan member bantuan dan pertolongan kepada orang lain itu akan membuat hidup kita mudah atau lapang (dekat dengan sumber solusi). Ini terkadang tidak kita temukan penjelasan matematisnya
Contoh lainnya adalah pelanggaran terhadap hokum Tuhan. Semkain banyak pelanggaran yang kita lakukan, semakin sempitlah hidup kita. Kehidupan yang sempit ini (didatangi banyak masalah dan jauh dari sumber solusi) bisa menimpa iapun terlepas status social apa : mau kaya, mau miskini, mau berkuasa, mau jadi orang biasa, dan lain lain.
Ini terkadang tidak ditemukan penjelasan matematisnya, tapi kenyataannya ada dan mudah kita temukan. Seandainya kekayaan dan kekuasaan itu bisa menjamin kehidupan yang lapang secara mutlak, tentu tidak ada orang kaua, bergaji gede, punya bahawan banyak yang bunuh diri atau melakukan tindakan nekad yang diluar kendali akal sehat
Jadi, kehidupan yang lapang adalah kehidupan yang dekat dengan sumber solusi dan mudah mendapatkan solusi, sebaliknya kehidupan ayng sempit adalah kebidupan yang jauh dari sumber solusi, sulit mendapatkan solusi dan dekat dengan masalah. Ini umumnya terkait dengan hokum-hukum yang ada pada realitas ghaib itu.
Nah, karena watak realitas itu liat, dalam arti bisa berubah kapanpun, bisa terkadang negaif dan terkadang positif, ada yang bisa kita control dan ada yang tidak, maka disinilah kita perlu mempositifkan hubungan dengan realitas kita. Alasannya, supaya kita tidak menjadi orang yang negative gara-gara realitas yang negated, atau supaya kita teta mendapatkan balasan yang positif berdasarkan apa yang kita lakukan terhadap realitas kita.
“Begitu anda mengubah diri anda, maka realitas Anda akan berubah”
Lalu bagaimana supaya kita bisa membangun hubungan yang positif terhadap relitas kita ? sebagian langkah yang bisa kita tempuh antara lain adalah :
Pertama , ciptakan makna positif dari realitas hidup anda. Makna adalah apa yang kita pahami dari realitas itu. Perubahan seseorang tidak ditentukan oleh realitasnya, melainkan oleh makna yang ia ciptakan dari realitas itu. Seseorang pengusaha besar yang saya temui mengatakan ia menjadikan kemiskinannya di waktu kecil sebagai pemacu untuk menjadi pengusaha. Kemiskinan bisa dimaknai sebagai motivator dan bisa pula dimaknai sebagai demovator (penghancur)
Dihina orang bisa dimaknai sebagai pembangkit, tapi bisa pula dimaknai sebagai pengkancur. Terkena musibah bisa dmaknai sebagai kutukan dan bisa pula dimaknai sebagai momen yang bisa berubah ke yang lebih baik. Kaya raya bisa dimaknai sebagai kesempatan untuk sombong dan bisa pula dimaknai sebagai kesempatan untuk menambah syukur.
Makna ini bebas kita ciptakan. Realitas sendiri tidak punya makna apa apa. Karena itu, diciptakan makna positif sesuai dengan anda supaya tetap menjadi orag yang berpikir positif.
Kedua, lakukan aktivitas positif berdaasarkan makna yang kita ciptakan itu. Tentu makna saja tidak cukup untuk mengubah hidup kita. Makna yang kita ciptakan harus disertai dengan pelaksanaan agenda yang sesuai dengan makna itu. Misalnya saja kata dikatakan tidak becus menangani [ekerjaan lalu kita menjadikannya sebagai motivator untuk menjadi lebih ahli. Jika makna itu yang kita pilih, makna kita perlu agenda riil yang bisa kita jalankan untuk menaikan keahlian kita. Kalau hanya makna yang kita miliki, itu baru angka nol. Nol memang angka, tetapi kalau hanya nol, nilainya kosong.
Ketiga, perbaikin model pernerimaan terhadap realitas. Model penerimaan seseorang terhadap realitas itu pada dasarnya bsai diibagi menajdi tidak berikut :
-          Menerima untuk menerima (pasrah pada keadaan, pasrah kalah, membiarkan realitas, dst)
-          Menerima dengan cara mengingkari (menolak realitas, ingin melarikan diri dari realitas, benci terhadap keadaan diri sendiri, konflik batin, dst)
-          Menerima untuk memperbaiki (menerima dengan kesadaran untuk mengubah atau memperbaiki)
Model penerimaan yang manakan yang paling positif ? berdasarkan akal sehat yang paling positif adalah yang terakhir, menerima untuk mengubahnya menjadi lebih baik. Kalau kita hanya menerima untuk menerima (pasrah lemah), kita akan kalah oleh realitas. Orang yang kalah tidak mungkin bisa memiliki hubungan yang positif. Begitu juga kalau kita menerima dengan mengingkarinya. Ini akan menimbulkan konflik batin. Kita berperang dengan diri kita sendiri. Ini berpotensi menimbulkan kekufuran.
Keempat, hiduplah seperti orang berjalan. Jangan berkesimpulan bahwa nasib kita hari ini adalah akhir dari segala-galanya. Berfikirlah bahwa nasib yang kita aami adalah realitas yang sifatnya sementara. Maksudnya adalah agar hidup kita dinamis dan terus mengejar hal-hal yang lebih bagus. Kalau kita menjalani hidup seperti orang yang diam, atau menyimpulkan realitas kita sebagai akhir dari alngkah kita, ini bisa membuat jiwa kita mati (statis). Orang yang statis sangat sulit diharapkan punya kempuan membangun hubungan yang positif.
Kelima, lawanlah kesimpulan yang mengajak anda pesimis terhadap realitas. Terkadang ada sejumlah alas an yang membuat kita merasa benar untuk menciptakan pandangan dan harapan yang pesimis. Terutama sekali saat menghadapi realitas / nasib buruk. Tapi ini harus segera kita kembalikan pada kesadaran yang mendasar, bahwa sebenar apapun pandangan pesimis itu kita miliki, menfaatnya tidak akan lebih bagus dari pandangan yang optimis.

Sumber : Buku Kedasyatan Berfikir positif oleh A.N Ubaedy (Human Learning Specialist)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar